Topik Terkini

10 Mei 2011

PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) menghabiskan dana hingga US$ 161 juta untuk pembelian 15 pesawat tipe MA-60. Harga per unit untuk kelima belas pesawat buatan Xi'an Aircraft Industry Co Ltd ini adalah US$ 11,26 juta.

Direktur Utama Merpati, Sardjono Jhony Tjitrokusumo, mengatakan, dana tersebut berasal dari Subsidiary Loan Agreement (SLA) MA-60 yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2010 oleh Kementerian Keuangan sebesar Rp 2,17 triliun.
"Dana ini bukan dalam bentuk cash tapi berupa alat-alat produksi termasuk pesawat yang 15 unit itu," ujar Sardjono dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi Keuangan dengan Direksi Merpati, Perusahaan Pengelolaan Aset, Kementerian BUMN, dan Kementerian Keuangan, malam ini.

Dia menjelaskan, pesawat tersebut mulai didatangkan pada Desember 2010 secara bertahap. Dua pesawat terakhir akan tiba pada 19 dan 20 Mei tahun ini.

Dana SLA tersebut juga digunakan untuk pengadaan simulator sebesar US$ 13 juta; pelatihan pilot, teknisi dan awaknya sebesar US$ 18 juta; alat pendukung seperti suku cadang sebesar US$ 20 juta. Selain itu dana digunakan untuk memenuhi Keputusan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2010 yang di antaranya mengatur alat avionik sebesar US$ 8 juta.

Pembelian pesawat asal Cina tersebut tidak menggunakan dana Penyertaan Modal Negara (PMN). Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Mulia P. Nasution mengatakan, SLA berasal dari pinjaman The Export Import Bank of China sebesar 1,8 miliar yuan kepada pemerintah Indonesia. "Pemerintah pinjam dengan bunga 2,5 persen," kata Mulia dalam kesempatan sama.

Kemudian, pinjaman tersebut diberikan lagi kepada Merpati dengan bunga 3 persen dengan jangka waktu pelunasan 15 tahun. Mekanisme pembelian pesawat itu dilakukan bertahap sesuai mekanisme korporasi. “Dari direksi ke komisaris, lalu ke kementerian terkait untuk kemudian dianggarkan dalam APBN 2010 dalam bentuk SLA," ucapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Keuangan Harry Azhar Azis mempertanyakan pola pengambilan keputusan SLA tersebut dan siapa pembuat keputusan dalam pembelian pesawat tersebut. Namun, karena pihak PT MNA tak membawa data yang diminta terkait mekanisme SLA tersebut, akhirnya Harry yang dalam rapat bertindak sebagai pimpinan rapat memutuskan untuk menunda kelanjutan rapat hingga besok malam.

"Besok akan kami tanyakan lagi kenapa kok mereka berani mengambil pinjaman atau memberikan pinjaman kalau tidak ada sesuatu. Tidak mungkin mereka melakukan sesuatu tanpa ada perhitungan cost dan benefit-nya," ungkap Harry usai rapat.

Dalam rapat lanjutan besok, kata dia, Komisi akan melihat hitungan biaya pengadaan 15 pesawat MA60 dan alasan pemilihan pesawat tersebut. "Besok kami juga berencana mengundang Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan," ujarnya.

Meskipun begitu, menurut dia, pada dasarnya DPR mendukung sepenuhnya industri strategis Merpati dalam hal penerbangan, karena itulah DPR ingin memastikan bahwa dana yang dianggarkan oleh negara benar-benar digunakan untuk kemakmuran rakyat.

0 komentar:

Posting Komentar