Mungkin ada yang belum pernah mendengar mengenai Prof. Dr. Ken Soetanto. Putra bangsa yang satu ini merupakan salah satu contoh profil dengan segudang prestasi. Bayangkan saja, 31 paten internasional atas karya-karyanya yang mayoritas dalam bidang elektronika, teknologi informasi, penemuan pengobatan kanker, dan teknik imaging serta bidang farmasi telah tercatat resmi di pemerintah Jepang. Lebih hebatnya, pria kelahiran Surabaya ini berhasil menggondol gelar profesor dan empat doktor dari sejumlah universitas di Jepang pada usia 37 tahun.
Pada tahun 1988-1993, Soetanto yang juga direktur Clinical Education and Science Research Institute (CERSI) ini menjadi associate professor di Drexel University dan School Medicine at Thomas Jefferson University, Philadelphia, USA. Ia juga pernah tercatat sebagai profesor di Biomedical Engineering Program University of Yokohama (TUY). Saat ini Prof Ken Sutanto tercatat sebagai prosefor di almameternya, School of International Liberal Studies (SILS) Waseda University, dan profesor tamu di Venice International University, Italia.
Gelar itu dirangkap dengan jabatan wakil dekan di Waseda University. Kemampuan otak pria kelahiran 1951 ini sungguh brilian karena mampu menggabungkan empat disiplin ilmu berbeda. Itu terungkap dari empat gelar doktor yang diperolehnya. Yakni, bidang Applied Electronic Engineering di Tokyo Institute of Technology, Medical Science dari Tohoku University, dan Pharmacy Science di Science University of Tokyo. Yang terakhir adalah doktor bidang ilmu pendidikan di almamater sekaligus tempatnya mengajar Waseda University.
Di luar status kehormatan akademik itu, Prof Ken Soetanto juga masuk birokrasi di Negeri Sakura dan tercatat sebagai komite pengawas (supervisor committee) di METI (Japanese Ministry of Economy, Trade, and Industry atau semacam Menko Perekonomian di RI). Selain itu, beliau juga ikut membidani konsep masa depan Jepang dengan menjadi Japanese Government 21st Century Vision.
Di antara segudang prestasi itu, bisa jadi yang paling membanggakan, khususnya bagi warga Surabaya, adalah latar belakang sekolah dasar dan menengahnya yang ternyata dihabiskan di kota buaya. Soetanto muda mengenyam pendidikan SD swasta di Kapasari, SMP Baliwerti, dan SMA Budiluhur yang dulu menjadi jujugan sekolah warga keturunan Tionghoa.
Soetanto mengaku belum puas. Obsesi terpendamnya adalah bagaimana karya akademisnya bisa dinikmati orang lain. “Saya berbahagia bila bisa menyenangkan orang lain,” katanya mengungkap visi hidupnya.
Desember nanti, penemu konsep pendidikan tinggi “Soetanto Effect” itu akan kembali ke tanah airnya untuk mengikuti sebuah kegiatan bersejarah yang diharapkan dapat membantu pembangunan tanah air yang dicintainya. Ia akan menghadiri kegiatan International Summit 2010 yang diyakini akan membuka peluang kerjasama nyata antara ilmuwan Indonesia di luar negeri dengan para akademisi, pengusaha, hingga pemerintah Indonesia dalam pengaplikasian keilmuan yang dimiliki oleh para masing-masing pihak, untuk pembangunan Indonesia di berbagai sektor. Kegiatan dari Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan Nasional ini diselenggarakan tanggal 16-19 Desember 2010 di Kantor Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar