Topik Terkini

4 Des 2010

Profesor, mendengar kata itu pun kita langsung terbayang sosok lelaki tua, pikun, lengkap dengan mikroskop dan kaca mata tebalnya.

Hal tersebut tidak berlaku untuk Merlyna Lim. Terbukti gelar profesor yang disandangnya di Consortium of Science, Policy and Outcomes and the School of Social Transformation– Justice and Social Inquiry Program at Arizona State University tak mengurangi gaya gaul seorang Merlyna. Hobi membuat sketsa, bermain musik, jalan-jalan, namun tetap tidur sepuasnya, membuat perempuan asal Bandung ini jauh dari bayangan nerd seorang profesor.

Wanita luar biasa ini menyelesaikan kuliah doktornya di dalam bidang Science & Technology Studies and Technology & Development di bulan September 2005 (cum laude), di University of Twente di Enschede, Belanda. Selain terlibat dalam kegiatan akademik, tidak disangka, ia juga merupakan pimpinan untuk beberapa kegiatan, antara lain : proyek yang didanai oleh the Ford Foundation (Advancing Public Media Interest in Indonesia, 2010-2012) dan Office of Naval Research (Blogtracker: Analyzing Social Media for Cultural Modeling, 2010-2013), serta terlibat dalam the Nano-enabled City Project yang dibiayai oleh the National Science Foundation.

Professor wanita yang satu ini juga pernah menerima beragam penghargaan antara lain : Our Common Fellowship dari Volkswagen Foundation (2010), Faculty Star of Global Minds dari ASU College of Liberal Arts and Sciences (2009), Annenberg Networked Publics Research Fellowship (2005-2006), Henry Luce Southeast Asia fellowship (2004), Oxford Summer Doctoral Fellowship (2003), NWO Wotro Fellowship (2003-2005), dan ASIST International Paper Contest Winner (2002). Yang menakjubkan, ia pun telah menjejakkan kakinya ke 70 universitas di seluruh dunia untuk menjadi lecturer ataupun menjadi keynotes speaker mulai dari Amerika Utara, Timur Tengah, Australia, Eropa dan Asia.

Mengenai perkembangan sains dan teknologi di Indonesia, Merlyna berpendapat bahwa sains dan teknologi baik untuk berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Oleh karena itu, sinergi antara kegiatan para saintis dan teknolog dengan aspirasi masyarakat umum/publik harus diselaraskan. Dan hal itu, hanya bisa terjadi jika ada interaksi dan komunikasi yang intensif antara komunitas sains/tekno dengan masyarakat umum. Penterjemahan kegiatan sains dan teknologi dalam bentuk kegiatan praktis yang bisa diadaptasi dan dikembangkan masyarakat umum dalam kehidupan sehari juga diperlukan untuk membuatnya semakin maju.

Desember mendatang, Merlyna akan pulang ke Indonesia dan turut berpartisipasi pula dalam kegiatan International Summit 2010, sebuah kegiatan dari Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional yang diharapkan dapat menjadi salah satu jembatan komunikasi para ilmuwan dengan masyarakat di berbagai sektor pembangunan.

0 komentar:

Posting Komentar