JAKARTA - Dana Moneter Internasional menyebutkan, Asia tetap kokoh dalam memimpin pemulihan global walau harus mewaspadai masuknya aliran modal yang dapat menambah tekanan lanjutan terhadap harga-harga di dalam negeri.
"Pertumbuhan ekonomi kuat membawa berbagai tantangan kebijakan baru yaitu tekanan inflasi terus meningkat, sementara harga-harga di beberapa pasar properti mengalami pertumbuhan dengan tingkat dua digit," ujar Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF Anoop Singh, pagi ini, di Jakarta.
Ia juga menjelaskan masuknya aliran modal (capital inflow) di Asia terjadi karena kawasan ini menjadi tujuan yang menarik bagi investasi asing akibat pemulihan yang melambat di Amerika Serikat dan Eropa.
Menurut dia, dengan masuknya investasi asing yang diikuti masuknya aliran modal merupakan saat yang tepat bagi otoritas moneter negara-negara di Asia termasuk Indonesia untuk menormalkan kebijakan moneter dan fiskal.
"Kami menyambut baik langkah-langkah yang telah diambil oleh para pembuat kebijakan dalam mengendalikan risiko inflasi serta membatasi peningkatan kerentanan pada sektor finansial dan banyak yang bisa dilakukan, meningingat pertumbuhan kuat yang terus berlangsung di kawasan ini," ujarnya.
Ia mengatakan mengelola arus modal masuk ke kawasan ini merupakan tantangan sulit karena menawarkan banyak kesempatan sekaligus membawa berbagai risiko potensial terhadap stabilitas keuangan.
"Upaya jangka panjang adalah bagaimana mengelola arus modal kepada proyek infrastruktur dan proyek lain, sedangkan upaya jangka pendek adalah bagaimana mengelola modal agar tidak terjadi kelebihan likuiditas dan memberikan tantangan institusi finansial," ujar Anoop.
Menyeimbangkan kembali pertumbuhan ekonomi merupakan prioritas utama dalam jangka menengah. Mengingat permintaan eksternal dari negara-negara maju kecil kemungkinan untuk kembali ke tingkat sebelum krisis dalam waktu dekat, Asia membutuhkan permintaan domestik yang lebih kuat.
"Berbagai reformasi dibutuhkan untuk mendukung konsumsi domestik dan investasi, termasuk memperkuat jaring pengaman sosial, memastikan akses kepada kredit, mengurangi pembatasa sektor jasa dan perbaikan infrastruktur," ujar Anoop.
Ia juga mengatakan perlunya pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut di berbagai negara Asia, termasuk apresiasi nilai tukar yang lebih besar.
"Langkah lebih cepat untuk menarik stimulus fiskal yang diterapkan selama krisis keuangan global juga akan membantu menjaga terhadap berbagai risiko yang dapat menyebabkan ekonomi menjadi terlalu panas," ujarnya.
Untuk itu, pada 2010 diprediksi pertumbuhan ekonomi Asia mencapai 8 persen karena ada ekspansi yang kuat. China dan India masing-masing diproyeksikan tumbuh 10,5 persen dan 9,7 persen. "Sedangkan Indonesia diperkirakan tumbuh 6 persen," ujarnya.
Namun, pada 2011, pertumbuhan di kawasan ini diperkirakan lebih moderat dan berkelanjutan sebesar 6,8 persen.
"Pertumbuhan ekonomi kuat membawa berbagai tantangan kebijakan baru yaitu tekanan inflasi terus meningkat, sementara harga-harga di beberapa pasar properti mengalami pertumbuhan dengan tingkat dua digit," ujar Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF Anoop Singh, pagi ini, di Jakarta.
Ia juga menjelaskan masuknya aliran modal (capital inflow) di Asia terjadi karena kawasan ini menjadi tujuan yang menarik bagi investasi asing akibat pemulihan yang melambat di Amerika Serikat dan Eropa.
Menurut dia, dengan masuknya investasi asing yang diikuti masuknya aliran modal merupakan saat yang tepat bagi otoritas moneter negara-negara di Asia termasuk Indonesia untuk menormalkan kebijakan moneter dan fiskal.
"Kami menyambut baik langkah-langkah yang telah diambil oleh para pembuat kebijakan dalam mengendalikan risiko inflasi serta membatasi peningkatan kerentanan pada sektor finansial dan banyak yang bisa dilakukan, meningingat pertumbuhan kuat yang terus berlangsung di kawasan ini," ujarnya.
Ia mengatakan mengelola arus modal masuk ke kawasan ini merupakan tantangan sulit karena menawarkan banyak kesempatan sekaligus membawa berbagai risiko potensial terhadap stabilitas keuangan.
"Upaya jangka panjang adalah bagaimana mengelola arus modal kepada proyek infrastruktur dan proyek lain, sedangkan upaya jangka pendek adalah bagaimana mengelola modal agar tidak terjadi kelebihan likuiditas dan memberikan tantangan institusi finansial," ujar Anoop.
Menyeimbangkan kembali pertumbuhan ekonomi merupakan prioritas utama dalam jangka menengah. Mengingat permintaan eksternal dari negara-negara maju kecil kemungkinan untuk kembali ke tingkat sebelum krisis dalam waktu dekat, Asia membutuhkan permintaan domestik yang lebih kuat.
"Berbagai reformasi dibutuhkan untuk mendukung konsumsi domestik dan investasi, termasuk memperkuat jaring pengaman sosial, memastikan akses kepada kredit, mengurangi pembatasa sektor jasa dan perbaikan infrastruktur," ujar Anoop.
Ia juga mengatakan perlunya pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut di berbagai negara Asia, termasuk apresiasi nilai tukar yang lebih besar.
"Langkah lebih cepat untuk menarik stimulus fiskal yang diterapkan selama krisis keuangan global juga akan membantu menjaga terhadap berbagai risiko yang dapat menyebabkan ekonomi menjadi terlalu panas," ujarnya.
Untuk itu, pada 2010 diprediksi pertumbuhan ekonomi Asia mencapai 8 persen karena ada ekspansi yang kuat. China dan India masing-masing diproyeksikan tumbuh 10,5 persen dan 9,7 persen. "Sedangkan Indonesia diperkirakan tumbuh 6 persen," ujarnya.
Namun, pada 2011, pertumbuhan di kawasan ini diperkirakan lebih moderat dan berkelanjutan sebesar 6,8 persen.
0 komentar:
Posting Komentar