Nama Lengkap : Bacharuddin Jusuf Habibie
Alias : Habibie | BJ Habibie
Profesi : -
Agama : Islam
Tempat Lahir : Pare-Pare
Tanggal Lahir : Kamis, 25 Juni 1936
Zodiac : Cancer
Hobby : Membaca
Warga Negara : Indonesia
Istri : Hasri Ainun Besari
Alias : Habibie | BJ Habibie
Profesi : -
Agama : Islam
Tempat Lahir : Pare-Pare
Tanggal Lahir : Kamis, 25 Juni 1936
Zodiac : Cancer
Hobby : Membaca
Warga Negara : Indonesia
Istri : Hasri Ainun Besari
Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie atau
dikenal sebagai BJ Habibie (73 tahun) merupakan pria Pare-Pare (Sulawesi
Selatan) kelahiran 25 Juni 1936. Habibie menjadi Presiden ke-3
Indonesia selama 1.4 tahun dan 2 bulan menjadi Wakil Presiden RI ke-7.
Habibie merupakan keturunan antara orang Jawa (ibunya) dengan orang
Makasar/Pare-Pare (ayahnya).
Dimasa kecil, Habibie telah menunjukkan kecerdasan dan semangat
tinggi pada ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya Fisika. Selama enam
bulan, ia kuliah di Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB), dan
dilanjutkan ke Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule – Jerman pada
1955. Dengan dibiayai oleh ibunya, R.A. Tuti Marini Puspowardoyo,
Habibie muda menghabiskan 10 tahun untuk menyelesaikan studi S-1 hingga
S-3 di Aachen-Jerman.
Pak Habibie melanjutkan program doktoral setelah menikahi teman
SMA-nya, Ibu Hasri Ainun Besari pada tahun 1962. Bersama dengan istrinya
tinggal di Jerman, Habibie harus bekerja untuk membiayai biaya kuliah
sekaligus biaya rumah tangganya. Habibie mendalami bidang Desain dan
Konstruksi Pesawat Terbang. Tahun 1965, Habibie menyelesaikan studi S-3
nya dan mendapat gelar Doktor Ingenieur (Doktor Teknik) dengan indeks
prestasi summa cum laude.
Selama menjadi mahasiswa tingkat doktoral, BJ Habibie sudah mulai
bekerja untuk menghidupi keluarganya dan biaya studinya. Setelah lulus,
BJ Habibie bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm atau MBB Hamburg
(1965-1969 sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis
Struktrur Pesawat Terbang, dan kemudian menjabat Kepala Divisi Metode
dan Teknologi pada industri pesawat terbang komersial dan militer di MBB
(1969-1973).
Atas kinerja dan kebriliannya, 4 tahun kemudian, ia dipercaya sebagai
Vice President sekaligus Direktur Teknologi di MBB periode 1973-1978
serta menjadi Penasihast Senior bidang teknologi untuk Dewan Direktur
MBB (1978 ). Dialah menjadi satu-satunya orang Asia yang berhasil
menduduki jabatan nomor dua di perusahaan pesawat terbang Jerman ini.
Sebelum memasuki usia 40 tahun, karir Habibie sudah sangat cemerlang,
terutama dalam desain dan konstruksi pesawat terbang. Habibie menjadi
“permata” di negeri Jerman dan iapun mendapat “kedudukan terhormat”,
baik secara materi maupun intelektualitas oleh orang Jerman. Selama
bekerja di MBB Jerman, Habibie menyumbang berbagai hasil penelitian dan
sejumlah teori untuk ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang
Thermodinamika, Konstruksi dan Aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya
dikenal dalam dunia pesawat terbang seperti “Habibie Factor“, “Habibie
Theorem” dan “Habibie Method“.
Pada tahun 1968, BJ Habibie telah mengundang sejumlah insinyur untuk
bekerja di industri pesawat terbang Jerman. Sekitar 40 insinyur
Indonesia akhirnya dapat bekerja di MBB atas rekomendasi Pak Habibie.
Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan skill dan pengalaman (SDM)
insinyur Indonesia untuk suatu saat bisa kembali ke Indonesia dan
membuat produk industri dirgantara (dan kemudian maritim dan darat). Dan
ketika (Alm) Presiden Soeharto mengirim Ibnu Sutowo ke Jerman untuk
menemui seraya membujuk Habibie pulang ke Indonesia, BJ Habibie langsung
bersedia dan melepaskan jabatan, posisi dan prestise tinggi di Jerman.
Hal ini dilakukan BJ Habibie demi memberi sumbangsih ilmu dan
teknologi pada bangsa ini. Pada 1974 di usia 38 tahun, BJ Habibie pulang
ke tanah air. Iapun diangkat menjadi penasihat pemerintah (langsung
dibawah Presiden) di bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi
tinggi hingga tahun 1978. Meskipun demikian dari tahun 1974-1978,
Habibie masih sering pulang pergi ke Jerman karena masih menjabat
sebagai Vice Presiden dan Direktur Teknologi di MBB.
Habibie mulai benar-benar fokus setelah ia melepaskan jabatan
tingginya di Perusahaan Pesawat Jerman MBB pada 1978. Dan sejak itu,
dari tahun 1978 hingga 1997, ia diangkat menjadi Menteri Negara Riset
dan Teknologi (Menristek) sekaligus merangkap sebagai Ketua Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Disamping itu Habibie juga
diangkat sebagai Ketua Dewan Riset Nasional dan berbagai jabatan
lainnya.
Habibie mewarisi kondisi kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto
akibat salah urus pada masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya
kerusuhan dan disintegerasi hampir seluruh wilayah Indonesia. Segera
setelah memperoleh kekuasaan Presiden Habibie segera membentuk sebuah
kabinet.
Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari
Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk
program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan
mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.
Pada era pemerintahannya yang singkat ia berhasil memberikan landasan
kokoh bagi Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU
Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang paling penting
adalah UU otonomi daerah.
Melalui penerapan UU otonomi daerah inilah gejolak disintergrasi yang
diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam dan akhirnya dituntaskan
di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa adanya UU otonomi daerah
bisa dipastikan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet
dan Yugoslavia.
Setelah ia turun dari jabatannya sebagai presiden, ia lebih banyak
tinggal di Jerman daripada di Indonesia. Tetapi ketika era kepresidenan
Susilo Bambang Yudhoyono, ia kembali aktif sebagai penasehat presiden
untuk mengawal proses demokratisasi di Indonesia lewat organisasi yang
didirikannya Habibie Center.
Rasa cintanya yang besar pada mendiang istrinya, Ainun dia tuangkan
dalam bentuk buku. Dia menulis buku yang berjudul Habibie & Ainun.
Buku ini di buat untuk alm. istrinya. Buku tersebut berisikan mengenai
kisah cinta sang Profesor dengan istrinya.
Buku tersebut setebal 323 halaman itu, menceritakan mulai dari awal
pertemuan Habibie dan Ainun, sampai akhinya Ainun menghembuskan nafas
terakhirnya karena komplikasi penyakit pada 22 Mei 2010. Habibie
menghitung masa hidup bersama Ainun, sejak menikah pada 12 Mei 1962,
selama 48 tahun 10 hari
Oleh: Ratri Adityarani
PENDIDIKAN
0 komentar:
Posting Komentar