WASHINGTON DC — Saat menggarap film kedua dari trilogi film Hobbit ini,
Peter Jackson memang sengaja mencari suara musik yang baru, khususnya
musik dari Timur. Inilah yang mengawali keterlibatan kelompok gamelan
Jawa, Gamelan Padhang Moncar, di Selandia Baru dalam film yang juga
melibatkan animator Indonesia, Rini Sugianto dalam penggarapan karakter
animasinya.
Pementasan kelompok Gamelan Padhang Moncar (Dok: Budi S. Putra)
Semua ini berawal dari keikutsertaan kelompok gamelan Padhang Moncar
dalam beberapa pementasan New Zealand Symphony Orchestra, kelompok yang
menggarap ilustrasi musik, khususnya musik Barat untuk film the Hobbit
ini.
“Dari sana mulai ada titik terang. Music Director dari the Hobbit
menghubungi New Zealand Symphony Orchestra dan mereka memberikan nama
saya untuk melihat gamelan,” papar Music Director dari kelompok Gamelan
Padhang Moncar, Budi Surasa Putra (44 tahun), kepada reporter VOA,
Dhania Iman, baru-baru ini.
Pementasan kelompok Gamelan Padhang Moncar di Solo tahun 2013 (Dok: Budi S. Putra)
Proses hingga terpilihnya gamelan untuk digunakan dalam ilustrasi
musik film the Hobbit ini tidak pendek. Pihak film the Hobbit tidak
lantas setuju begitu saja untuk menggunakan gamelan dalam penggarapan
ilustrasi musiknya. Setelah melihat langsung instrumen gamelan milik
kelompok Gamelan Padhang Moncar, Budi kemudian memberikan rekaman contoh
musik gamelan untuk didengarkan lebih lanjut.
“Langkah selanjutnya, mereka datang dengan kru dan mencoba untuk
merekam suara-suara itu (gamelan). Setelah itu mereka coba memasukkan
nada-nada yang mereka mau di suara gamelan, yang seperti ada ditrailer,” ujar pria yang juga berprofesi sebagai dosen mata kuliah gamelan di New Zealand School of Music di Selandia Baru ini.
Salah satu adegan dimana alunan gamelan terdengar adalah ketika
karakter Bilbo Baggins yang diperankan oleh aktor, Martin Freeman,
berjalan di atas harta karun di Lonely Mountain, tempat tinggal para
kurcaci yang telah diambil alih oleh sang naga atau Smaug. Suara gemerincing koin emas yang tersimpan di Lonely Mountain tersebutlah yang dihasilkan oleh suara gamelan.
“Suara gamelan itu sudah dicampur dengan suara musik-musik yang lain.
Mungkin dari banyak adegan-adegan itu ada suara gamelannya, karena
jenis suara yang direkam itu banyak sekali,” cerita Budi yang sudah
menetap di Selandia Baru sejak tahun 1996 ini.
Budi
Surasa Putra dalam acara kolaborasi kelompok gamelan Padhang Moncar
dengan kelompok gamelan Prasasti, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Juli 2013
Bagi Budi, keterlibatan gamelan dalam film yang diadaptasi dari buku
karya J. R. R. Tolkien ini adalah satu hal yang membanggakan.
“Bagi saya bukan masalah kecilnya keterlibatan gamelan dalam
ilustrasi musik ini, tapi gamelan menjadi satu pilihan yang terlibat
dalam film yang luar biasa mendunia ini adalah suatu yang membanggakan,”
kata pria yang juga memimpin kelompok gamelan Ngripto Raras khusus
orang Indonesia di Selandia Baru ini.
Pementasan kelompok Gamelan Padhang Moncar di Indonesia
Para anggota kelompok Gamelan Padhang Moncar yang seluruhnya adalah
warga lokal Selandia Baru dan warga Internasional juga ikut bangga akan
keterlibatan mereka dalam penggarapan ilustrasi musik film the Hobbit
kali ini.
“Kita melihatnya (ini) adalah sesuatu yang luar biasa, karena
berjuta-juta jenis musik (yang dipilih) kenapa harus gamelan? Dan
kebetulan kenapa harus kita? Jadi luar biasa, kita senang sekali.
Meskipun kecil ya, (tapi) bisa terlibat dalam ilustrasi film ini. Kalau
dari berjuta-juta musik itu ditawarkan ‘mau nggak terlibat di ilustrasi
musik Hobbit?’ pasti semua jawabnya mau. Tapi kita tidak minta. Kita
diminta. Ini adalah sesuatu yang bagi saya luar biasa,” ujar pria yang
hobi membuat bakso ini.
Lulusan Sekolah Tinggi Seni Indonesia di Surakarta ini berharap
dengan keterlibatan gamelan di film Hollywood, orang bisa lebih mengenal
dan mencintai gamelan. “Harapan saya mudah-mudahan gamelan ini bisa
dikenal orang, tidak hanya orang Indonesia,” katanya. “Mudah-mudahan
dengan keterlibatan ini bisa memicu atau mendorong kita semuanya untuk
mencintai gamelan, mengembangkan gamelan, yang pada akhirnya gamelan itu
lestari. Tidak hilang,” lanjutnya menutup wawancara dengan VOA.
0 komentar:
Posting Komentar