Topik Terkini

22 Okt 2010


Sepertinya Justin Bieber lagi ketiban sial, Niat awalnya hanya bermain tapi berujung berurusan dengan pihak kepolisian Kanada. Why? Kabarnya pelantun single Baby dilaporkan sedang dibawah penyelidikan polisi akibat mencederai bocah 12 tahun saat bermain perang laser. Bieber, 16, yang saat kejadian Jumat lalu sedang bermain dan berusaha menghindar dari tembakan laser musuh, tanpa sengaja melukai seorang anak laki laki. Seperti dilaporkan luka yang ditimbulkan akibet insiden tersebut tidak serius, seperti dilansir The Vancouver Sun, Minggu (18/10/10). “Sedang dilakukan investigasi aktif,” ujar Kopral Annie Linteau, jurubicara Kepolisian Kanada. "Kami sedang dalam proses mewawancarai sejumlah orang yang melihat kejadian itu,” tambahnya.








Ngga takut membuat kesalahan, mungkin buat sebagian orang menjadi hal biasa tapi tidak untuk penyanyi sekelas Rihanna. Pasalnya penyanyi cantik asal Barbados ini tak akan pernah bisa menjadi seperti sekarang kalau ia takut membuat kesalahan. Seperti dikutip dari Splash News, "Seandainya saya takut berbuat salah saya tidak akan berada di sini sekarang dan itu akan menjadi penghalang buat saya. Kita semua belajar dari kesalahan yang kita buat," ujar Rihanna.

Rihanna pun menambahkan kalau kehidupan masa kecilnya tidak selalu bahagia.

"Tidak semua kenangan masa kecil saya indah tapi banyak hal positif dan itu semua adalah karena ibu saya. Saya belajar banyak dari beliau, misalnya, untuk selalu bertanggung jawab atas semua yang telah saya lakukan," lanjutnya lagi.

Seperti kalian tahu, perjalanan karier Rihanna memang tak bisa dibilang sangat mulus. Ia harus berjuang keras untuk bisa sampai menembus industri musik dunia yang masih didominasi Amerika Serikat.

Guys, pengalaman ini bias kalian jadikan buat motivasi untuk terus maju. Salut buat Rihanna!









SISWA-SISWA
Indonesia kembali berjaya di ajang Olimpiade Fisika Internasional ke-41, kemarin di Zagreb, Kroasia. Kali ini mereka berhasil menyabet empat medali emas dan satu perak. Mereka berkompetisi dengan 376 siswa lain dari 82 negara.

Tim Indonesia yang dikomandani Hendra Kwee PhD, alumnus Tim Olimpiade Fisika Indonesia, terdiri dari Christian George Emor dari SMA Lokon St Nikolaus Tomohon, Sulawesi Utara, David Giovanni dari SMAK Penabur Gading Serpong, Banten, Kevin Soedyatmiko dari SMAN 12 Jakarta, Muhammad Sohibul Maromi dari SMAN 1 Pamekasan Madura, serta Ahmad Ataka Awwalur Rizqi dari SMAN 1 Yogyakarta yang memperoleh medali perak.

Prestasi pelajar Indonesia di ajang internasional sudah sering terdengar. Menurut data Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), keikutsertaan Indonesia di berbagai ajang olimpiade internasional sejak 2005 cenderung meningkat, kecuali pada 2009 yang menurun.

Namun banyak pihak melihat prestasi anak bangsa tersebut kurang di-maintain pemerintah sehingga ada di antara mereka yang ke luar negeri diambil negara lain. Tidak sedikit pula yang tetap tinggal di dalam negeri sulit melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

"Pembinaan berikutnya tidak ada. Kalau kata orang Sunda cur laur (ditinggalkan begitu saja)," ujar Ridwan Hasan Saputra, Direktur Klinik Pendidikan MIPA (KPM), di Ciomas, Bogor.

Ia memaparkan pengalaman dua anak bimbingannya, IK dan SO, yang dipingpong ketika akan melanjutkan ke SMP dan SMA. Padahal IK, siswa SMP asal Tasikmalaya itu peraih medali emas kompetisi matematika di tingkat nasional dan internasional di Filipina pada 2004. Begitu juga dengan SO, siswa SD yang pernah ditolak di sebuah SMP di Jakarta. Padahal, ia juara matematika di Swedia dan Hong Kong.

"Hampir semua siswa saya yang berhasil dijanjikan akan dapat beasiswa, tapi kenyataannya harus cari sendiri," tambah Ridwan yang mendirikan KPM sejak 2001.

Habis manis sepah dibuang. Begitulah pepatah tepat untuk para jawara olimpiade yang membawa harum bangsa. Mereka ditinggalkan tanpa ada pembinaan lebih lanjut dari pemerintah.

Bahkan terhadap siswa pemenang olimpiade David Hartanto Widjaja, yang dibunuh di Nanyang Technology University, Singapura, keluarganya merasa kurang didukung pemerintah dalam mencari keadilan. Orang tua David, Hartono Widjaja, menyatakan hingga kini tidak terlihat upaya pemerintah untuk mendapatkan barang-barang David yang diinginkan keluarga.

Namun, penilaian kurangnya perhatian pemerintah terhadap mereka dibantah Direktur Pembinaan SMA Kemendiknas Sungkowo. Menurutnya, apresiasi terhadap mereka diberikan melalui beasiswa hingga S-3 bagi peraih medali emas, S-2 bagi peraih perak, dan S-1 untuk peraih perunggu.

"Mereka bisa melanjutkan pendidikan tinggi dengan catatan olimpiade yang diikuti harus tingkat internasional."

Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh juga mengatakan program beasiswa sudah banyak diberikan kepada jawara-jawara olimpiade, baik nasional maupun internasional.

"Soal banyak yang ke luar negeri karena dibajak, itu tidak masalah. Pasalnya, ada juga dari mereka yang pergi ke luar negeri melalui beasiswa dari pemerintah," ujar Mendiknas.

Pengamat pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Prof Dr HAMKA (UHAMKA), Prof Suyatno, menilai perginya para juara olimpiade ke luar negeri karena janji beasiswa dari Kemendiknas dengan fakta di lapangan berbeda. "Mereka itu aset bangsa, seharusnya dikawal. Fasilitasi mereka dan carikan perguruan tinggi terbaik bagi mereka," ujarnya.

Sosiolog UI Imam Prasodjo juga berpendapat pemerintah tidak sungguh-sungguh merawat aset bangsa.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Bali Wayan Suasta mengatakan Pemerintah Provinsi Bali tidak menganggarkan dana khusus untuk siswa peraih medali olimpiade.

0 komentar:

Posting Komentar